Senin, 24 Februari 2014

MAKROZOOBENTOS UNTUK UJI KUALITAS PERAIRAN


Hewan makrozoobentos invertebrata merupakan hewan yang tidak bertulang belakang yang dapat dilihat oleh mata biasa dengan ukuran lebih besar dari 200µm – 500µm (Slack et al., 1973; Weber, 1973; Wiederholm, 1980; Suess, 1982 dalam Rosenberg dan Resh, 1993). Hewan ini hidup pada dasar kolam, danau, dan sungai untuk seluruh atau sebagian tahapan hidupnya. Mereka dapat hidup pada batuan, ataupun bergerak bebas pada ruang antar batuan, pada runtuhan bahan organik (Standard Methods, 1989). Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, bentos adalah organisme yang mendiami daerah dasar perairan.
Bentos merupakan organisme yang melekat di permukaan substrat dasar sungai (Odum, 1993). Sedangkan makrozoobhentos adalah bentos yang dapat terlihat dengan mata biasa. Biasanya menempati ruang kecil antara batuan di dasar dalam runtuhan bahan organik, di atas batang kayu dan tanaman air atau di dalam sedimen halus. Biasanya berukuran lebih besar dari 1 mm. Makrozoobentos ini pada umumnya terdiri dari larva Insecta, Crustacea, Mollusca, Oligochaeta, dan Arachnidae (Feminella dan Flynn, 1999). Hewan-hewan ini secara terus menerus terkena substansi yang diangkut oleh aliran sungai sehingga memiliki kisaran toleransi yang berbeda-beda terhadap perubahan kondisi lingkungan. Hal ini menyebabkan makrozoobentos sesuai untuk dijadikan indikator ekologi dari suatu perairan
Makrozoobentos tersebut dapat dikuantifikasi dengan menentukan kekayaan spesies (jumlah jenis hewan yang tercuplik dalam sampel), kelimpahan (jumlah total individu dalam sampel), kelimpahan rata-rata (jumlah rata-rata satu jenis hewan terhadap jenis yang lainnya), dan keanekaragaman spesies (distribusi total individu setiap jenis pada sampel). Mudahnya kuantifikasi makrozoobentos tersebut menunjukkan bahwa makrozoobentos memenuhi syarat sebagai bioindikator selain terpenuhinya syarat-syarat yang lainnya (variasi genetis yang sedikit, mobilitas terbatas, dan mudah pengindentifikasian masing-masing jenis) (Rosenberg dan Resh, 1993).
Beberapa keuntungan penggunaan makrozoobentos adalah:
  • hewan-hewan ini terdapat di mana-mana sehingga dapat dipengaruhi oleh perubahan kondisi lingkungan pada berbagai tipe perairan,
  • jenis dari makrozoobentos sangat banyak sehingga memungkinkan spektrum luas dalam pengamatan terhadap respons stres di lingkungan,
  • hewan-hewan ini pergerakannya cenderung sedikit sehingga dapat dilakukan analisis spasial yang efektif terhadap efek dari polutan,
  • siklus hidup yang panjang memungkinkan diuraikannya perubahan yang bersifat sementara akibat gangguan yang terjadi.
Keuntungan-keuntungan ini menyebabkan makrozoobentos bertindak sebagai pengawas secara terus-menerus terhadap kualitas air tempat hidupnya (Rosenberg dan Resh, 1993).
Namun disamping berbagai keuntungan yang bisa didapatkan dari bioindikator makrozoobentos, terdapat pula kerugian dari penggunaan makrozoobentos tersebut. Selain itu, makrozoobentos juga sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor fisik air, seperti kecepatan arus air. Kemudian pada tahap analisis masih banyak jenis-jenis makrozoobentos yang sulit untuk diidentifikasi (Rosenberg dan Resh, 1993).
Seperti yang telah disebutkan, hewan makrozoobentos dapat digunakan menjadi indikator pencemaran dengan beberapa kategori. Beberapa hewan makrozoobentos ada yang memiliki sifat hidup intoleran terhadap pencemaran yang terjadi, contohnya: Ephemeroptera, Plecoptera, Trichoptera. Beberapa jenis yang lain digolongkan fakultatif yaitu dapat hidup pada lingkungan yang bersih sampai tercemar sedikit atau sedang, contohnya: beberapa taxa dari Diptera, Odonata, Coleoptera, Pelecypoda. Sedangkan beberapa jenis yang lain memiliki sifat hidup toleran terhadap berbagai pencemaran yang terjadi pada habitatnya, contohnya: beberapa jenis Diptera, Hirudinae, Oligochaeta.

Ekologi Hewan Makrozoobentos
Berdasarkan Wilhm (1975) dan Basmi (1999) (Alma Sina, 2005), kepekaan jenis-jenis makrozoobentos di sungai terhadap polusi bahan organik dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu:
  • kelompok intoleran, contohnya: Ephemeroptera, Plecoptera, Trichoptera
  • kelompok fakultatif, contohnya: Odonata, beberapa Diptera (Tipulidae & Rhagionidae), Pelecypoda
  • kelompok toleran, contohnya: beberapa Diptera (Tanypodinae & Simuliidae), Hirudinae, Gastropoda

Kelompok Intoleran
Kelompok ini merupakan kelompok makrozoobentos yang memiliki kepekaan yang tinggi terhadap berbagai macam pencemaran. Berbagai faktor perubahan lingkungan dapat menyebabkan hilangnya jenis-jenis dari kelompok ini.
Jenis-jenis pada kelompok ini biasanya hidup pada lingkungan akuatik (sungai) yang memiliki arus cukup deras (Mellanby, 1963). Lingkungan yang biasa disukai adalah jeram yang suhunya cukup dingin (Ward, 1992; Silalom, 1999). Selain itu terdapat hubungan yang baik antara alkalinitas, konduktivitas, total solid yang terlarut ammonia-nitrogen dan nutrat-nitrogen dengan jumlah larva (Silalom, 1999). Larva pada ordo Trichoptera umumnya tidak terlalu toleran atau sensitf terhadap pencemaran organik ringan tapi dapat digunakan sebagai indicator perairan yang bersih. Namun pada jenis-jenis dari Ephemeroptera dan Plecoptera sangat sensitif terhadap pencemaran organik. Terhadap pencemaran, seperti pencemaran yang berasal dari industri tekstil atau penyamakan kulit, jenis-jenis pada kelompok ini sangat sensitif.
Setiap ordo pada kelompok intoleran ini memiliki ciri habitat yang berbeda-beda. Bahkan famili pada masing-masing ordo memiliki preferensi kualitas lingkungan tempat hidupnya. Hal ini menyebabkan jenis dari kelompok ini dikategorikan. Hal ini menyebabkan jenis dari kelompok ini dikategorikan memiliki relung atau niche yang kecil.

Ordo Ephemeroptera (Mayfly)
Ordo ini akan mencapai kelimpahan yang tinggi jika berada pada lingkungan yang cenderung dingin, berarus sedang sampai deras serta berbatu. Pada beberapa famili dari ordo ini bersifat burrowers atau penggali pada sedimen halus dari sungai yang berada di atas bebatuan. Spesies Baetis sp. dari famili Baetidae merupakan jenis yang paling toleran dari ordo ini untuk pencemaran yang ringan. Hewan ini memerlukan banyak oksigen.
Ordo ini merupakan serangga terestrial pada masa dewasanya, tetapi pada tahap nimpha, ordo ini merupakan hewan akuatik sehingga biasa digunakan sebagai bioindikator perairan. Beberapa jenis hidup di perairan tenang (lentik) dan yang lainnya hidup di perairan deras (lotik). Nimpha dewasa menunjukkan morfologi yang beragam sebagai bentuk adaptasi terhadap habitatnya masing-masing. Waktu hidup nimphanya bisa beberapa tahun sedangkan yang sudah dewasa hanya bertahan tiga hari.
Secara umum, morfologi dari nimpha dewasa memiliki ciri tubuh yang memanjang, bagian kepala yang besar, bagian mandibula pada mulut yang berkembang dengan baik, kaki yang kuat, antena filiform (berbentuk seperti jarum) dan mata majemuk yang besar. Bagian abdomen atau perut terdiri dari 10 segmen dan memiliki insang trakeal pada permukaan dorsal (punggung) atau lateral (perut) di bagian tersebut. Biasanya pada ujung abdomen terdapat dua atau tiga filament ekor (filamen kaudal) yang berjumbai dan bersegmen (Pennak, 1978) (Gambar 2).
 Gambar 2. Gambar beberapa famili dari ordo Ephemeroptera (www.pkukmweb.ukm)
Berdasarkan Mackie (2001), hewan pada ordo Ephemeroptera lebih menyukai kondisi lingkungan yang memiliki pH dengan kisaran netral. Sedangkan berdasarkan Roback (1974 dalam Hart dan Fuller, 1974) setiap famili pada ordo ini memiliki preferensi lingkungan hidupnya masing-masing, hal tersebut dapat dilihat sebagai berikut:

Famili Baetidae
Famili ini memiliki sifat makan yang tergolong scraper atau tipe hewan yang memakan organisme yang menempel pada substrat perairan atau yang disebut perifiton. Biasanya hewan pada golongan ini akan menurun kelimpahannya jika terdapat sedimentasi serta polusi organik.
Ciri lingkungan tempat hidup famili ini adalah:
  • pH berkisar 5,6 – 8,5
  • kadar oksigen terlarut berkisar antara 4 – 14 ppm
  • amonium antara < 0,01 – 5,00 ppm
  • nitrat antara 0,03 – 15,4 ppm
  • fosfat antara <0,01 – 0,62 ppm
  • nilai BOD 0,3 – 15,4 ppm
  • kekeruhan pada 3 – >72000 ppm

Famili Ephemerellidae
Famili ini memiliki sifat makan yang sama dengan famili Baetidae yaitu scraper.
Ciri lingkungan tempat hidup famili ini adalah:
  • pH berkisar 6,6 – 8,4
  • kadar oksigen terlarut berkisar antara 4 – 11 ppm
  • amonium antara <0,01 – 0,05 ppm
  • nitrat antara 0,12 – 2,3 ppm
  • fosfat antara <0,01 – 0,05 ppm
  • nilai BOD 0,5 – 4,1 ppm
  • kekeruhan pada 10 – 120 ppm

Famili Leptophlebiidae
Famili ini memiliki sifat makan yang tergolong shredder atau tipe hewan yang memakan tumbuhan baik yang masih hidup maupun sisa tumbuhan yang sudah mati atau materi organik yang kasar. Biasanya hewan pada golongan ini sensitif pada perubahan vegetasi. Hewan pada kelompok makan ini sangat baik untuk digunakan sebagai indikator toksikan yang menempel pada materi organik.
Ciri lingkungan hidup famili ini adalah:
  • pH berkisar 5,4 – 8,5
  • kadar oksigen terlarut berkisar antara 2 – 14 ppm
  • amonium antara < 0,01 – 0,97 ppm
  • nitrat antara 0,21 – 0,50 ppm
  • fosfat antara < 0, 01 – 0,12 ppm
  • nilai BOD 0,4 – 2,5 ppm
  • kekeruhan pada 7 – 140 ppm

Famili Caenidae
Famili ini memiliki sifat makan yang sama dengan Baetidae tergolong scraper atau tipe hewan yang memakan organisme yang menempel pada substrat perairan atau yang disebut perifiton. Biasanya hewan pada golongan ini akan menurun kelimpahannya jika terdapat sedimentasi serta polusi organik.
Ciri lingkungan tempat hidup famili ini adalah:
  • pH berkisar 5,5 – 8,5
  • kadar oksigen terlarut berkisar antara 2 – 14 ppm
  • amonium antara < 0,01 – 0,34 ppm
  • nitrat antara 0,03 – 1,18 ppm
  • fosfat antara < 0,01 – 0,87 ppm
  • nilai BOD 0,4 – 7,5 ppm
  • kekeruhan pada 3 – >72000 ppm

Famili Oligoneuridae (Heptagenidae)
Famili ini memiliki sifat makan yang tergolong collector-filterers atau tipe hewan yang memakan materi organik halus yang berada pada air dan yang berada pada sedimen.
Ciri lingkungan tempat hidup famili ini adalah:
  • pH berkisar 5,5 – 8,4
  • kadar oksigen terlarur berkisar antara 3 – 14 ppm
  • amonium antara < 0,01 – 5,00 ppm
  • nitrat antara 0,03 – 0,50 ppm
  • fosfat antara < 0,01 – 0,86 ppm
  • nilai BOD 0,5 – 2,2 ppm
  • kekeruhan pada 1 – >72000 ppm

Ordo Trichoptera (Caddisfly)
Ordo ini merupakan salah satu ordo serangga yang bermetamorfosis sempurna. Tahapan larva dari ordo ini termasuk ke dalam hewan makrobentos dan biasa dijadikan bioindikator perairan. Larva dan pupa berada di daerah akuatik. Sebagian besar larva dari ordo ini membangun sarang, baik yang dapat dipindahkan maupun tidak. Biasanya sarang tersebut dibuat dari kerikil kecil, butiran pasir, debris, tumbuhan, alga dan lainnya. Selain itu, beberapa famili membangun jaring di depan sarangnya untuk menangkap debris, sebagai makanannya, yang hanyut oleh air.
Secara umum larva ordo ini memiliki bagian kepala dan dada yang tersklerotisasai (terbuat dari zat tanduk) dan berwarna gelap. Ketiga bagian dada terpisah satu dengan yang lainnya. Bagian abdomen biasanya lembut dan berwarna hijau, coklat, abu-abu, krem atau keputih-putihan. Pada bagian kepala terdapat sepasang antena yang sangat kecil, mulut termasuk ke dalam tipe pengunyah dan memiliki dua ocelli (mata tunggal) berwarna hitam. Kaki prothorax biasanya kuat dan kecil, berfungsi untuk memegang makanan tetapi tidak digunakan untuk pergerakan. Pada bagian ujung tubuh terdapat sepasang proleg yang berbentuk kait sehingga larva dapat mengaitkan diri pada sarang atau substrat hidupnya. Pada bagian samping tubuh terdapat garis samping tubuh dan memiliki jumbai rambut pada setiap sisi beberapa segmen abdomen bagian atas (Pennak, 1978) (Gambar 3).
 
Gambar 3. Gambar ordo Trichoptera (www.pkukmweb.ukm)

Ordo Plecoptera (Stonefly)
Ordo nimpha Plecoptera merupakan hewan akuatik. Metamorfosis yang terjadi tidak lengkap. Nimpha ordo ini memiliki antena yang panjang berbentuk filiform, bentuk mulut yang termasuk tipe pengunyah, insang trakea yang berfilamen (berlembar-lembar), bagian abdomen yang memiliki 10 segmen, berwarna kuning atau coklat atau kehitam-hitaman, biasanya hidup di bawah batu pada perairan deras/lotik (Gambar 4). Menurut Roback (1974), secara umum hewan-hewan pada ordo ini memiliki kisaran toleransi kimiawi yang menjadi faktor pembatas untuk bertahan hidup, antara lain sebagai berikut:
  • pH berkisar antara 5,5 – 8,8
  • kadar oksigen terlarut berkisar antara 5 – 14 ppm
  • amonium antara < 0,01 – 5,0 ppm
  • nitrat antara 0,06 – 1,10 ppm
  • fosfat antara < 0,01 – 0,48 ppm
  • nilai BOD 0,4 – 2,8
  • kekeruhan pada 3 – >72000 ppm
Beberapa famili dari ordo ini termasuk kelompok cara makan collector-filterer yaitu kelompok hewan yang mendapatkan makanan dari mengumpulkan bahan organik yang terbawa oleh arus (Pennak, 1978). Namun beberapa famili yang termasuk dalam kelompok karnivorus.
 Gambar 4. Gambar ordo Plecoptera (www.pkukmweb.ukm)

Kelompok Fakultatif
Hewan pada kelompok ini memiliki toleransi yang luas terhadap kondisi lingkungan hidupnya. Biasanya hewan dari kelompok ini dapat hidup pada daerah yang bersih sampai tercemar sedang, baik oleh polutan organik maupun anorganik.
Hewan pada kelompok ini lebih menyukai tempat hidup yang dangkal di perairan. Untuk hewan dari kelas Insekta, lebih menyukai tempat yang berarus sedang sampai deras, sedangkan dari kelas Pelecypoda lebih menyukai daerah yang berarus lambat sampai perairan yang tenang.
Hewan dari kelas Insekta pada kelompok ini merupakan jenis karnivora sehingga tempat hidupnya akan mengikuti daerah yang terdapat banyak mangsa dan mudah untuk ditangkap. Sedangkan, pada kelas Pelecypoda lebih menyukai daerah yang berlumpur karena terdapat makanan yang lebih banyak.
Berdasarkan Streamkeepers Database (2000) famili Tipulidae dan Rhagionidae dari ordo Diptera termasuk dalam kategori hewan fakultatif terhadap pencemaran. Ordo Diptera biasanya dikenal sebagai lalat, nyamuk, dan serangga kecil (flies, mosquitos, midges). Ciri khas morfologi dari ordo ini adalah tubuh yang berbentuk menyerupai thorax dan sembilan segmen abdomen, tubuh yang lembut dan fleksibel, berwarna putih, abu-abu, kuning, kemerahan, coklat, dan hitam. Permukaan segmen badan dapat ditutupi oleh rambut atau duri, atau dapat pula halus tanpa rambut. Antena jarang yang menonjol keluar. Pada beberapa famili terdapat kaki yang pendek dan kecil. Tipe mulut pada ordo ini sangat beragam tergantung pada kebiasaan makannya.
Menurut Roback (1974) (dalam Alma Sina, 2005), kedua famili ini memiliki preferensi kondisi lingkungan tempat hidupnya, yaitu sebagai berikut:

Famili Tipulidae
Famili ini termasuk pada kelompok cara makan collector-filterer yaitu kelompok hewan yang mendapatkan makanan dari mengumpulkan bahan organik yang terbawa oleh arus (Pennak, 1978). Kondisi habitat famili ini adalah:
  • pH berkisar antara 4,4 – 8,4
  • kadar oksigen terlarut berkisar antara 8 – 11 ppm
  • amonium antara 0,02 – 0,35 ppm
  • nitrat antara 0,12 – 2,30 ppm
  • fosfat antara 0,02 – 0,56 ppm
  • nilai BOD 0,2 – 4,4
  • kekeruhan pada 2 – 24 ppm

Famili Rhagionidae
Kondisi habitat ini adalah:
  • pH berkisar antara 6,3 – 8,2
  • kadar oksigen terlarut berkisar antara 8 – 9 ppm
  • amonium antara 0,01 – 5,0 ppm
  • nitrat antara 0,4 – 0,9 ppm
  • fosfat antara < 0,01 – 0,72 ppm
  • nilai BOD 0,6 – 2,8
  • kekeruhan pada 5 – 36 ppm

Kelompok Toleran
Kelompok ini merupakan kelompok yang dapat hidup pada daerah yang tercemar berat, walaupun ada beberapa jenis yang dapat hidup di daerah yang tercemar sedang.
Sebagian jenis dari kelompok ini merupakan karnivora, sedangkan yang lainnya memakan materi organik dari lingkungan hidupnya. Hewan dari famili Hirudinae (lintah) merupakan jewan predator dan pemakan sisa mahluk hidup yang telah mati. Hewan dari famili ini menyukai daerah yang hangat, arus yang tidak terlalu deras, dapat hidup pada daerah yang bersifat asam, dan yang menjadi faktor pembatas untuk distribusinya adalah rendah. Sedangkan hewan dari kelas Gastropoda lebih menyukai daerah yang berarus tenag dan tercemar parah.

Subfamili Tanypodinae, famili Chironomidae, ordo Diptera
Hewan yang berasal dari kelas Insekta pada kelompok ini merupakan subfamili dari famili Chironomidae yang termasuk ke dalam ordo Diptera. Ordo Diptera memiliki ciri khas morfologi tersendiri dari famili Chironomidae adalah tubuh larva memanjang dan berbentuk silindris, memiliki sepasang proleg pada segmen thorax pertama dan segmen abdomen terakhir, terdapat insang anal pada permukaan lantroventral, berwarna putih, kekuningan, kehijauan, kebiruan, kemerahmudaan, atau merah tua. Hewan ini memiliki kondisi habitat sebagai berikut:
  • pH berkisar antara 4,4 – 8,8
  • kadar oksigen terlarut berkisar antara 3 – 14 ppm
  • amonium antara < 0,01 – 1, 10 ppm
  • nitrat antara 0,05 – 1,3 ppm
  • fosfat antara < 0,01 – 0,87 ppm
  • nilai BOD 0,2 – 4,4 ppm
  • kekeruhan pada 2 – > 72000 ppm

Famili Simuliidae, ordo Diptera
Simulidae merupakan salah satu famili yang berada pada ordo Diptera dari kelas Insekta. Ciri khas morfologi famili ini adalah berwarna abu-abu, coklat, atau hitam, berbentuk silindris, berkulit halus, pada prothorax terdapat proleg yang kuat dengan kait kecil, pada bagian akhir tubuh terdapat piringan datar, terdapat insang darah yang rektratil pada anus (Gambar 6). Sebagai tambahan, pada daerah yang biasanya merupakan tempat duduk mulut, terdapat dua struktur prominen yang berbentuk seperti kipas. Kondisi habitat famili ini adalah:
  • pH berkisar 7,2 – 8,2
  • kadar oksigen terlarut berkisar antara 8 – 9 ppm
  • amonium antara 0,01 – 5,0 ppm
  • nitrat antara 0,4 – 0,9 ppm
  • fosfat antara < 0,01 – 0,72 ppm
  • nilai BOD 0,6 – 2,8
  • kekeruhan pada 5 – 36 ppm
 Gambar 6. Gambar larva simulium dari famili Simuliidae (www.pkukmweb.ukm)

Kelas Hirudinae
Hirudinae merupakan salah satu kelas dari filum Annelida. Hirudinae atau yang lebih dikenal sebagai lintah merupakan hewan dorsoventral yang memiliki penghisap pada bagian ventral tubuhnya. Bagian mulut dari kelas ini dikelilingi oleh penghisap oral yang berukuran besar atau kecil menghadap ke arah ventral. Penghisap bagian ekor biasanya menghadap ventral, sedangkan anus berada pada bagian dorsal dan di depan penghisap. Tubuh Hirudinae biasanya memiliki otot yang kuat dan kelas ini dapat bergerak dengan bebas (Gambar 7).
Hirudinae merupakan hewan yang dikenal sebagai hewan yang parasit pada mahluk hidup. Beberapa famili dari Hirudinae memakai larva Insekta yang ada di perairan sebagai tempat hidupnya. Tempat hidup yang disukai oleh Hirudinae merupakan perairan tawar sebagai tempat hidupnya. Tempat hidup yang disukai Hirudinae merupakan perairan yang memiliki substrat dasar yang keras untuk memudahkan pergerakannya. Biasanya Hirudinae menyukai habitat yang berarus antara 10 – 30 cm/detik. Hirudinae memiliki toleransi yang tidak biasa terhadap DDT jika dibandingkan dengan beberpa jenis nyamuk dan lalat rumahan. LC50 dari DDT pada beberapa jenis Hirudinae menunjukkan bahwa Hirudinae memiliki toleransi yang cutup tinggi terhadap jenis pestisida ini. Kehadiran Hirudinae dapat diasosiasikan denganb uruknya kondisi lingkungan sekitarnya. Hal ini disebabkan karena Hirudinae merupakan parasit pada hewan-hewan yang telah diasosiasikan secara langsung dengan pencemaran pada lingkungan seperti Oligochaeta, larva Insekta, dan Crustacea kecil.
Kondisi habitat yang disukai Hirudinae adalah:
  • pH berkisar antara 7,0 – 7,5
  • kadar oksigen terlarut berkisar antara 5,0 – 11,5 ppm
  • amonium antara 0,01 – 5,0 ppm
  • nitrat antara 0,4 – 0,9 ppm
  • fosfat antara 0,1 – 0,6 ppm
  • nilai BOD 0,6 – 2,8
  • kekeruhan pada 5 – 36 ppm
Gambar 7. Gambar kelas Hirudinae (www.pkukmweb.ukm)

Kelas Gastropoda (Siput)
Gastropoda atau lebih dikenal sebagai siput air ini merupakan salah satu makrozoobentos yang terdapat di berbagai perairan. Kelas ini memiliki variasi yang beragam pada perairan tawar dengan cangkangnya yang beragam dari bentuk yang spiral sampai yang berbentuk piringan. Dalam pengindentifikasiannya, Gastropoda biasa dibedakan dari jenis cangkangnya. Biasanya siput perairan air tawar memiliki warna yang gelap yaitu abu-abu, coklat, dan kehitaman. Permukaan cangkang terlihat halus tetapi jika diperhatikan lebih jauh terdapat garis pertumbuhan yang longitudinal. Selain itu kelas ini dibedakan pula dari bentuk bukaan cangkangnya (Gambar 8).
Gastropoda biasanya mengkonsumsi algae serta debris tumbuhan maupun hewan pada permukaan batu atau tumbuhan tempat tinggalnya. Gastropoda terbagi menjadi dua kelompok yaitu prosobranchia (Gastropoda yang berinsang) dan pulmonata (Gastropoda berparu-paru). Pada Prosobranchia, sensitivitas terhadap oksigen yang terlarut sangat tinggi sehingga kelompok ini tidak dapat hidup pada daerah yang kurang kadar oksigen terlarutnya dan tercemar organik. Sedangkan pada Pulmonata, karena organ pernafasannya berupa paru-paru maka kelompok ini tidak bergantung pada kadar oksigen terlarut dalam air, mereka naik ke permukaan untuk mengambil oksigen yang diperlukan. Banyak jenis pada kelompok Pulmonata yang memiliki habitat di tempat yang tercemar berat.
Kondisi habitat yang disukai oleh Gastropoda adalah berada pada pH dengan kisaran antara 6,7 – 9,0 serta kadar oksigen terlarut antara 0,5 – 14 ppm. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Gastropoda dapat bertahan hidup pada daerah yang tercemar berat dan bahan-bahan pencemar tersebut, seperti logam berat, pestisida, radioaktif, terkonsentrasi pada organ serta cangkang Gastropoda.
 
Gambar 8. Gambar kelas Gastropoda (www.pkukmweb.ukm)

Indeks Kualitas Air
Dalam menentukan kualitas dari suatu perairan dibutuhkan beberapa faktor pendukung yang dapat menggambarkan kondisi perairan tersebut secara keseluruhan. Indeks penentuan kualitas air secara fisik dan kimiawi merupakan indeks yang paling banyak digunakan oleh para peneliti. Namun untuk menentukan kualitas secara keseluruhan diperlukan juga indeks biologis yang ada di perairan.
Indeks Pencemaran merupakan metode penentuan status mutu air berdasarkan parameter fisik dan kimia. Pedoman penentuan status mutu air dengan metode ini terdapat pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan. Baku mutu yang berlaku terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Peruntukan Air dan Baku Mutu Perairan. Terdapat empat kelas peruntukan air dalam Peraturan Pemerintah ini. Sungai Citarum berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 39 tahun 2000, tentang Peruntukan Air dan Baku Mutu Air Pada Sungai Citarum dan Anak-anaknya, air Sungai Citarum beserta anak-anak sungainya dinyatakan bahwa air sungai dimanfaatkan untuk sumber air baku air minum, perikanan, dan pertanian atau Golongan B,C,D atau kelas II, III, dan IV dalam PP No. 82 Tahun 2001.
Kualitas hewan makrozoobentos ditentukan dengan melihat kepadatan, penyebaran keanekaragaman hewan tersebut. Penyebaran atau distribusi ditunjukkan dengan bagaimana organisme makrozoobentos yang ada tersebar dalam habitat hidupnya. Keanekaragaman ditentukan dengan Indeks Keanekaragaman (Indeks Shannon-Wiener) yaitu indeks yang menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis organisme pada suatu komunitas. Makrozoobentos yang ditemukan pada suatu lokasi dihitung berdasarkan spesies yang ditemukan dan populasinya. Indeks ini akan memberikan nilai kualitas air dengan melihat pada kategori nilai dan tingkat pencemarannya.
Selain Indeks keanekaragaman, di Kanada telah diterapkan metode Survei Invertebrata Sungai (SIS) yang digunakan untuk memantau kondisi sungai yang ada di negara tersebut. Metode ini merupakan monitoring yang mencakup hewan makrozoobentos dari golongan intoleran, fakultatif, dan toleran terhadap polusi. (Departemen Perikanan dan Kelautan Kanada, 2000).
Indeks EPT (Ephemeroptera-Plechoptera-Trichoptera) merupakan salah satu indeks dalam SIS yang digunakan untuk menentukan kualitas dari suatu perairan. Indeks didasarkan pada pengukuran kekayaan ordo dari sampel yang diambil dan memiliki kepekaan yang tinggi terhadap perubahan kondisi lingkungan. Ordo yang tergolong peka merupakan ordo hewan invertebrata yang termasuk kelas Insekta, yaitu Epheroptera, Plechoptera, dan Trichoptera. Pada indeks ini yang dilihat tidak hanya keberadaan ordo-ordo yang telah disebutkan saja tetapi kedudukannya terhadap jumlah total sampel yang diambil pada masing-masing lokasi dan waktu, sehingga bisa didapatkan analisis lokal secara keseluruhan (US EPA, 1998).
Indeks EPT merupakan salah satu bagian dari metode survei invertebrata sungai. Hasil dari metode dengan survei invertebrata sungai ini adalah kualitas air di lokasi dalam kategori baik, dapat diterima (tercemar ringan), marjinal (tercemar sedang), dan buruk (tercemar berat) yang merupakan kesimpulan dari kepadatan makrozoobentos, predominan taksa, indeks toleran polusi, dan indeks EPT, rasio taksa predominan, rasio EPT terhadap total.